Showing posts with label minang. Show all posts
Showing posts with label minang. Show all posts

sistem perkawinan dalam hukum adat minangkabau

Stelsel matrilineal dengan system kehidupan yang komunal, menempatkan perkawinan menjadi urusan kerabat, mulai dari :



a. Urusan mencari pasangan – manyalangkan mato – maresek,
b. Membuat persetujuan dan pelamaran – pinang meminang,
c. Pertunangan – batimbang tando
d. Perhelatan perkawinan – baralek
e. Hasil perkawinan – system kekerabatan


Hal ini didasarkan kepada falsafah Minang yang menganggap bahwa manusia dan individu hidup bersama-sama, sehingga masalah rumah tangga menjadi urusan bersama pula. Masalah pribadi sepasang anak manusia yang akan membangun mahligai rumah tangga tidak terlepas dari pengelolaan secara bersama.
Pola perkawinan bersifat eksogami, dimana persatuan sepasang suami dan isteri tidak menjadi lebur dalam satu rumah tangga akan tetapi masing-masing pasangan suami isteri itu tetap berada dalam kaum kerabatnya masing-masing. Didalam struktur eksogami, setiap orang adalah warga kaum dan suku mereka masing-masing, meskipun telah diikat dalam perkawinan dan telah beranak pinak pula.

Dalam stelsel matrilini, anak yang lahir akibat perkawinan menjadi anggota kaum sang ibu. Mengapa demikian ? karena secara kodrat alam, kelahiran makhluk didunia ini mengacu pada induknya.
Seorang ayah tidak perlu bertanggung jawab kepada kehidupan anaknya, karena telah ada saudara laki-laki ibunya yang akan membimbingnya dalam kehidupan masa depannya.

Bagaimanakah sesungguhnya kondisi perkawinan eksogami yang serupa ini. Tidakkah terjadi sengketa rumah tangga dalam kehidupan serupa ini. Sekilas kehidupan serupa ini menunjukkan perkawinan yang semu. Namun sesungguhnya tidak…! Karena kehidupan perkawinan yang bersifat eksogami ini, ternyata mampu mempertahankan keharmonisan rumah tangga, yang disebabkan bahwa perkawinan dalam adat dan budaya Minang adalah perkawinan keluarga. Perkawinan itu memiliki tata dan cara yang sesuai dengan falsafah yang dianutnya.

Perkawinan eksogami meletakkan para isteri pada status yang sama dengan suaminya. Seorang wanita Minang ditengah system matriarkal serta pola hidup komunal menyebabkan mereka tidak tergantung pada suaminya. Seorang suami adalah tamu dirumah keluarga isterinya, ia dimanja dan dihormati, namun ia bukanlah pemegang kuasa atas anak dan isterinya. Jika ia ingin disanjung dan dihormati, maka seorang suami harus pandai-padai menyesuaikan diri dikeluarga isterinya.

Perkawinan Ideal
Perkawinan ideal dilakukan, apabila terjadi perkawinan antara keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak dan kemenakan. Perkawinan ini lazim disebut ;

perkawinan pulang kemamak, 
yaitu mengawini anak mamak, atau perkawinan pulang kebako, yaitu mengawini kemenakan ayah.
Perkawinan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengawetkan hubungan suami isteri itu agar tidak terganggu dengan permasalahan yang mungkin timbul, karena adanya ketidak serasian antar kerabat. Ekses-ekses yang timbul didalam keluarga yang berkaitan dengan harta pusaka dapat dihindarkan.
Pola perkawinan serupa ini, merupakan manifestasi dari pepatah yang berbunyi ; anak dipangku- kemenakan dibimbing.

Perkawinan ambil mengambil; 
artinya kakak beradik laki-laki dan wanita A menikah secara bersilang dengan kakak – beradik wanita B.
Tujuan perkawinan ambil mengambil ini, ialah untuk mempererat hubungan kekerabatan ipar besan, juga untuk memperoleh suami yang pantas bagi anak kemenakan, tanpa perlu menyelidiki asal usul calon pasangan suami isteri itu.

Perkawinan awak sama awak,
yang dilakukan antar orang sekorong, sekampung, se nagari atau se minangkabau. Perkawinan seperti ini dikatakan ideal karena untuk mengukuhkan lembaga perkawinan itu, dimana sesungguhnya struktur perkawinan yang eksogami ini, lebih mudah rapuh karena seorang suami tidak memiliki beban dan tanggung jawab kepada anak dan isterinya. Lain halnya jika pola awak samo awak, maka tambah dekat hubungan awaknya, tambah kukuhlah hubungan perkawinan itu.

Perkawinan yang kurang ideal ialah apabila salah satu pasangan berasal dari Non minang khususnya dengan wanita non minang. Pria minang yang menikah seperti ini , dianggap merusak struktur adat Minang, karena ;
a. anak yang dilahirkan dari perkawinan itu, bukanlah suku Minangkabau.
b. Anak yang dilahirkan akan menjadi beban bagi pria minang itu, karena seorang pria minang bertugas  
        demi kepentingan bagi sanak saudaranya, kaumnya, dan nagarinya.
c. Kehadiran isteri orang luar Minangkabau dianggap akan menjadi beban dalam seluruh keluarganya.

Perkawinan Pantang
Pantangan perkawinan ini telah bersifat universal, dimana pun terjadi, misalnya perkawinan pantang dan perkawinan sumbang, yaitu :
a. Perkawinan pantang ialah ; perkawinan yang merusak sitem adat mereka, yaitu perkawinan yang setali   
        darah menurut stelsel matrilini.
b. Perkawinan sumbang, ialah perkawinan yang dapat merusak kerukunan social masyarakat, yaitu :
  1. mengawini kaum kerabat, saudara dekat, tetangga yang telah diceraikan,
  2. memper-madukan wanita sekerabat,
  3. mengawini orang yang tengah dalam pertunangan.
  4. Mengawini anak tiri saudara kandungnya.

Sanksi terhadap perkawinan pantang;
a. membubarkanperkawinan,
b. hukum buang, diusir, dikucilkan,
c. hukuman denda dan meminta maaf kepada semua pihak melalui suatu perjamuan dengan memotong 
        seekor dua ekor ternak.

Ragam Perkawinan

Dalam proses terjadi perkawinan, terdapat aneka ragam perkawinan yang berlangsung pada kehidupan masyarakat, yaitu :

a. Perkawinan ganti lapik :
Perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki atau wanita yang pasangan diantara keduanya telah meninggal dunia. Baik laki-laki maupun wanita yang akan dinikahkan itu, merupakan saudara laki-laki/saudara wanita itu yang telah meninggal dunia itu.
Maksudnya demi keberlangsungan persaudaraan antara kerabat pasangan suami isteri itu sebelumnya dengan anak keturunannya. Sehingga sang anak tidak merasa memiliki ayah atau ibu tiri orang lain.

b. perkawinan cino buto :
perkawinan ini unik sekali, karena sepasang suami isteri yang telah tiga kali kawin cerai diperbolehkan menikah kembali dengan suaminya atau isterinya, apabila si janda telah menikah dengan laki-laki lain lebih dahulu.
Ragam perkawinan serupa ini, tidak lain sebagai praktek yang dilakukan menurut perintah agama, namun apakah dalam kenyataan ini memang ada, wallahu alam.

Tata Laksana Perkawinan

Di Ranah Minang, terdapat dua tatacara pelaksanaan perkawinan :

Perkawinan menurut agama (syara`). Mengucapkan akad nikah dihadapan kadhi.
Ketika tatacara menurut agama sudah diselenggarakan, sepasang suami isteri belumlah diperbolehkan hidup serumah tangga, apabila mereka belum melakukan pernikahan secara adat yang dikenal dengan “ baralek “.
Pada saat ini mereka melakukan “ kawin gantung atau nikah ganggang” ini, kedua pasangan suami isteri belum diperbolehkan untuk bergaul dalam satu rumah tangga.

Apabila telah dilakukan acara “ baralek” yaitu perjamuan dengan mengundang seluruh kedua anggota kerabat pasangan suami isteri itu.

Perkawinan Menurut Kerabat Perempuan
Jika dipandang dari segi kepentingan, maka kepentingan perkawinan lebih berat pada pihak perempuan. Oleh karena itulah mereka menjadi pemprakarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Mulai mencari jodoh, meminang, menyelenggaranakan perkawinan, lalu mengurus dan menyediakan segala keperluan untuk membentuk rumah tangga sampai memikul segala yang ditimbulkan dalam perkawinan itu. Mengapa demikian pentingnya keterlibatan kerabat dalam suatu perkawinan disebabkan antara lain :
Perkawinan merupakan suatu kewajiban bagi seorang gadis yang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga. Bila ia dianggap telah dewasa (“gadih gadang), maka merupakan kewajiban dari orang tua dan ninik mamak mencarikan jodohnya. Sebab jika seorang gadis, dibiarkan tidak bersuami, maka menimbulkan aib bagi kerabat yang bersangkutan. Tidak saja bagi kaumnya, gadis itupun akan menderita cacat lahir bathin. Mempunyai gadis gaek / perawan tua dalam rumah tangga merupakan aib yang akan menjadi beban sepanjang kerabat itu. Martabat keluarga menjadi jatuh karenanya.

untuk lebih mengenal minangkabau bisa membaca sistem waris minangkabau

Oleh : Hifni H. Nizhamul

sistem waris adat minangkabau


A.    Harta Warisan Minangkabau
            Masyarakat adat Minangkabau adalah salah satu masyarakat adat yang unik dan beragam. Saat ini sistem kekerabatan di Indonesia yang masih menganut sistem kekerabatan matrilineal adalah masyarakat adat Minangkabau. Sistem hukum adat Minangkabau yang bercorak matrilineal  ini berfalsafahkan adat “basandi syara dan syara basandi kitabullah” terus mengalami dinamika.

Berkaitan dengan itu hukum waris di Kota Pariaman, daerah yang terletak di pesisir pantai pulau Sumatera ini, saat ini sangatlah heterogen. Walaupun masih menggunakan sistem kekerabatan matrilineal tetapi dalam perkembangan saat ini tidak dipungkiri lagi telah terjadi pergeseran dalam penerapan hukum warisnya. Ada yang menerapkan hukum waris adat, hukum waris Islam atau hukum waris perdata.
Semua masyarakat adat Minangkabau adalah beragama Islam. Hal ini dikarenakan ajaran orang Minang dan ketentuan adat yang sudah menjadi pedoman turun temurun yang berpedoman pada ketentuan bahwa status orang Minangnya akan dicabut kalau dia tidak beragama Islam. Falsafah Minang yang menjadi ajaran fundamentalnya adalah adat basandi syara, syara basandi kitabullah  itu dapat diartikan bahwa adat yang berlaku atau kebiasaan-kebiasaan ditengah masyarakat seperti jual beli, perkawinan, pembagian waris, dan lain-lain tidak boleh bertentangan dengan yang telah disyari’atkan di dalam Alquran. Konsekuensinya segala sesuatu tindakan masyarakat di Ranah Minang (sebutan lain untuk daerah Minangkabau) yang dijadikan kebiasaan yang bertentangan dengan Alquran tidak bisa disebut adat.
Hukum adat Minangkabau yang menurut pendukungnya sejalan dengan hukum Islam saat ini masih menjadi sorotan dari berbagai kalangan akademisi hukum atau sosial tak terkecuali masyarakat Minang itu sendiri.
Hukum Islam adalah hukum yang mengalami diskursus diantara para ahli tak terkecuali hukum waris Islam. Begitupula berbicara tentang hukum adat Minangkabau yang menurut masyarakatnya berlandaskan hukum Islam, juga tidak lepas dari perdebatan dikalangan pakar hukum di tanah air, bahkan peneliti dari negara asing pun ikut mempelajari keunikan hukum adat Minangkabau yang masih menganut sistem kekerabatan matrilineal satu-satunya dari semua sistem kekerabatan yang ada di  Indonesia.

B.     Dalam hukum adat Minang, harta kekayaan terbagi atas dua.
a.       Harta pusaka rendah
b.      Harta pusaka tinggi
     Harta pusaka rendah adalah harta warisan yang menjadi obyek dari hukum waris adat Minangkabau, yang dapat di bagi atas harta suarang, harta pencarian, harta bawaan, sedangkan harta pusaka tinggi bukan merupakan harta warisan karena sifatnya yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak dapat dialihkan kepada satu pihak saja. Kecuali dengan beberapa alasan yaitu:
·         Rumah gadang ketirisan
·         Anak gadis sudah berumur belum nikah (mencegah jadi perawan tua)
·         Mayat terbujur belum diurus
·         Dalam perkembangannya berdasarkan penelitian terbaru Tanah harta pusaka tinggi bisa dialihkan untuk Naik Haji para Ninik Mamak.
Namun diluar alasan itu sangatlah tidak mungkin untuk mengalihkan harta pusaka tinggi. Para anggota kerabat hanya berhak untuk menikmati hasilnya seperti hasil dari berkebun, berladang, bertani diatas tanah harta pusaka tinggi tersebut. Menurut Prof. Soepomo, hukum kewarisan adat bersendi atas prinsip yang timbul dari aliran-aliran pemikiran komunal dan konkrit dari bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat di daerah Minangkabau yaitu harta  pusaka yang  selama ahli waris hidup tidak dapat dibagi-bagi antara para anggota kesatuan Ahli waris melainkan para anggotanya hanya mempunyai hak untuk menguasai dan mengambil hasilnya selama hidup, contohnya adalah tanah harta pusaka tinggi.
Tanah harta pusaka tinggi jelas bersifat komunal berbeda dengan prinsip hukum waris yang diatur dalam hukum waris Islam. Keberadaan tanah harta pusaka tinggi di wilayah Sumatera Barat masih menjadi pembahasan dikalangan akademisi dan pemerintah, karena menurut pendapat orang Minang, tidak ada tanah yang tidak memiliki status kepemilikan. Sekalipun rimbo (hutan belantara) pasti dikuasai masyarakat adat Minang. Padahal disatu sisi Islam tidak mengenal sistem pewarisan komunal namun disisi lain orang Minang yang menganggap ajaran/adat Minang sesuai dengan aturan Islam berpendapat bahwa sistem pewarisan tanah harta pusaka tinggi tidak bertentangan dengan aturan Islam.
Hukum Islam yang tertuang dalam Al quran ataupun sumber hukum Islam yang lain dan hukum positif di Indonesia (dalam hal ini Kompilasi Hukum Islam) belum membahas secara jelas tentang keberadaan tanah harta pusaka tinggi sebagai harta warisan. Padahal sebagian besar kasus-kasus tanah yang terjadi di Minangkabau berawal dari sengketa tanah harta pusaka tinggi. Tidak jarang antara mamak dan kemenakan bertengkar hingga terjadi sengketa yang berlarut-larut di Pengadilan yang memecah-belah antara sesama kerabat gara-gara harta pusaka tinggi yang tidak dapat dibagi-bagi, padahal dilain pihak ada beberapa anggota kerabat yang ingin tanah harta pusaka tinggi itu di bagi-bagi, apalagi  melihat kondisi perekonomian yang semakin sulit. Sebagian masyarakat menolak cara pewarisan tanah harta pusaka tinggi secara komunal karena mereka (terutama kaum laki-laki) berpendapat hal itu tidak sesuai dengabn prinsip/ajaran hukum adat Minang yang berdasarkan Adat basandi syara dan syara basandi kitabullah tersebut.
Hukum Waris Islam yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Waris Islam tidak menyinggung mengenai tanah harta pusaka tinggi. Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya membahas mengenai jumlah bagian masing-masing pihak dalam pembagian harta warisan.
Hukum Kewarisan tidak dapat dipisahkan dengan sistem kekeluargaan sebab hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan. Hukum kewarisan adat Minangkabau tentulah sesuai dengan sistem pewarisan kekeluargaan Minangkabau. Namun dalam perkembangan zaman dan pengaruh berbagai budaya yang masuk sistem kekerabatan matrilineal telah mengalami perubahan. Sistem kekerabatan matrilineal tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Pengaruh faktor sosial dan budaya telah menjadikan pergeseran dalam kehidupan masyarakat Minang. Kehidupan keluarga Minang yang digambarkan dalam satu rumah gadang yang terdiri dari beberapa keluarga kini hampir dikatakan tidak ada. Masing-masing telah membentuk keluarga batih terpisah dari keluarga inti.
KH. Ahmad azhar Basyir dalam bukunya yang berjudul Hukum waris Islam hal 145 mengatakan bahwa hukum kewarisan adat tidak terikat pada ajaran agama tertentu, oleh karenanya masalah agama dalam hukum pewarisan adat tidak menjadi perhatian, tetapi apakah benar demikian adanya didalam hukum kewarisan adat Minangkabau, karena orang Minang tidak mengakui anggota kerabatnya yang beragama di luar Islam, sehingga hak-hak yang melekat pada statusnya tersebut dicabut misalnya dalam hal ini tidak berhak untuk mendapat harta warisan.
Dalam konteks hukum Islam secara umum, bahwa suatu penafsiran yang telah diterima dalam waktu tertentu tidak harus diterima terus, selalu ada ruang dan kebutuhan bagi penafsiran yang baru, sebab penafsiran ulang adalah suatu yang harus terus berlangsung. Dalam konteks Indonesia, umat Islam masih banyak dituntut untuk melakukan kerja keras untuk menghasilkan sistem hukum kewarisan yang mengIndonesia dengan syariat sebagai acuannya. 
C.    Sistem Kekerabatan Matrilineal Minangkabau
Didalam hukum adat dikenal beberapa sistem kekerabatan di Indonesia yang masih dianut oleh masyarakat Indonesia yaitu:
1)      Sistem kekerabatan matrilineal yaitu sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan pada garis keturunan ibu. Dalam hal ini ibu beserta anak-anaknya baik perempuan atau laki-laki dan anak dari anak perempuannya dan seterusnya kebawah berdasar garis perempuan adalah satu kesatuan kerabat. Seorang suami bukanlah bagian dari kerabat, dia dipandang sebagai pendatang. Dalam hal ini sistem perkawinan yang berlaku adalah sistem perkawinan semendo. Contohnya adalah pada masyarakat Minangkabau.
2)      Sistem kekerabatan Patrilineal: Sistem kekerabatan yang mendasarkan keturunan dilihat dari garis bapak, contohnya yang terdapat pada  masyarakat adat Batak.
3)      Sistem kekerabatan bilateral yaitu  sistem kekerabatan yang mendasarkan pada garis keturunan dilihat dari garis ibu dan bapak.
Masyarakat Minangkabau adalah berbeda secara geografis dengan masyarakat Sumatera Barat, karena masyarakat Minagkabau kalau ditarik secara kultural meliputi sebagian dataran kerinci dan sebagian jambi. Didalam hukum waris adat Minangkabau harta terbagi atas dua macam:
D. Harta pusaka tinggi.
Harta pusaka tinggi adalah harta yang diperoleh secara turun temurun yang tidak dapat dialihkan kepemilikannya, tetapi hanya dapat dinikmati hasilnya untuk kepentingan bersama.
Ø  Harta pusaka rendah.
Harta pusaka rendah adalah harta yang dapat diwariskan atau dialihkan kepemilikannya. Harta pusaka rendah bermacam-macam jenisnya yaitu hartasuarang, harta bawaan, harta pencarian. Contohnya adalah tanah yang diperoleh sepasang suami istri sejak pernikahannya, mobil yang dibawa kedalam perkawinan, dan lain-lain.
  Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya tentang hukum waris Islam mengatakan bahwa meskipun Al quran dan sunnah Rasul telah memberi ketentuan terperinci mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal masih diperlukan adanya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang belum diatur didalam Al quran dan Sunnah Rasul. Menurut KH. Ahmad Azhar Baasyir, MA dalam bukunya tentang hukum waris Islam, bahwa hukum waris Islam mempunyai prinsip yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)      Hukum waris Islam menempuh jalan tengah antara memberi kebebasan penuh kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang yang dikehendaki, seperti yang berlaku dalam kapitalisme/individualisme, dan melarang sama sekali pembagian harta peninggalan seperti yang menjadi prinsip komunisme yang tidak mengakui hak milik perorangan yang dengan sendirinya tidak mengenal sistem warisan.
2)      Warisan adalah ketetapan hukum. Yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta warisan tanpa perlu pada pernyataan menerima dengan sukarela atau dengan keputusan hakim. Namun tidak berarti bahwa ahli waris dibebani dengan melunasi hutang mayyit (pewaris).
3)      Warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan perkawinan atau karena hubungan nasab/keturunan yang sah. Keluarga yang lebih dekat hubungannya dengan si mayyit  (pewaris) lebih diutamakan daripada yang lebih jauh; yang lebih kuat hubungannya dengan mayyit (pewaris) lebih diutamakan daripada yang lemah. Misalnya ayah lebih diutamakan daripada kakek, dan saudara kandung lebih diutamakan daripada saudara seayah.
4)      Hukum waris Islam lebih cenderung membagikan harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris, dengan membagikan bagian tertentu kepada beberapa ahli waris, misalnya apabila ahli waris terdiri dari ayah, ibu, atau istri dan anak-anak, mereka semua berhak atas harta warisan.
5)      Hukum Islam tidak membedakan hak anak atas harta warisan. Anak yang sudah besar, yang masih kecil atau yang baru saja lahir, semuanya berhak atas harta warisan orang tuanya. Namun perbedaan besar kecilnya bagian diadakan sejalan dengan perbedaan besar kecil beban kewajiban yang harus ditunaikan dalam keluarga. Misalnya anak laki-laki yang memikul beban tanggungan nafkah keluarga mempunyai hak yang lebih besar daripada anak perempuan yang tidak dibebani tanggungan nafkah keluarga.
6)      Hukum waris Islam membedakan besar kecilnya bagian tertentu ahli waris diselaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup sehari-hari disamping memandang jauh dekat hubungannya dengan mayat (pewaris).
Syafruddin Halimy Kamaluddin mengatakan suatu yang kontras melihat semangat pengamalan ajaran agama (Islam) masyarakat Minangkabau. Ungkapan orang Minang adalah umat Islam ada benarnya. Kalau mereka orang Minang berarti Islam. Akan tetapi, uniknya semangat pengamalan keagamaan tersebut menimbulkan pertanyaan besar.
Penilaian itu semakin kuat dimana di Minangkabau terlahir tokoh-tokoh (ulama) Islam ternama di pentas nasional maupun internasional. Seperti nama Syeik Ahmad Khatib al-Minangkabawi (imam masjid al-haram, Mekkah), M. Natsir, HAMKA, Agus Salim dan lain-lain.      Mencermati hal demikian, menanggapi keber-agamaan orang Minang dapat dikelompokkan kepada beberapa bagian:
a)      Kelompok ulama radikal. Ini diwakili oleh Syeik Ahmad Khatib mengatakan bahwa masyarakat Minangkabau baru Islam pada kulit-kulitnya saja, tidak sempurna, meniadakan satu bagian penting aspek hukum.
b)      Kelompok ulama moderat diwakili oleh buya HAMKA. Gerakannya ialah  reformasi adat, tapi tidak menolak secara keseluruhan. Pola yang dipakai adalah pendekatan dakwah, pendidikan, persuasif, dan lontaran ide-ide.
c)      Kelompok pembela adat dan mengklaim bahwa adat Minangkabau sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka mengatakan adat Minangkabau adalah Islami, lebih Islam dari bangsa lain.
d)     Kelompok terakhir adalah kelompok yang ragu-ragu. Mayoritas masyarakat terpelajar. Diyakininya hukum Islam berbeda dengan hukum adat Minangkabau. Sayangnya mereka belum bisa berbuat banyak dan cenderung mengamini pengamalan keagamaan umat. Termasuk kelompok manakah yang membela sistem pewarisan hukum adat dan berpendapat sistem pewarisan sudah sesuai dengan hukum Islam secara komunal (tanah harta pusak tinggi), akan dikaji dalam tesis ini secra rinci.
Orang Minangkabau secara umum menolak agama Kristen, meskipun hingga kini berdiri Gereja-gereja di beberapa kota di Sumatera Barat, itu tidak lain hanya diperuntukkan bagi warga Nasrani di tanah Minang sebagai toleransi beragama, Namun demikian, palang salib gagal mendobrak palang pintu rumah gadang, suatu realiti sejarah yang tidak boleh dinafikan. Di pertengahan abad ke-20, komunisme pun sempat menjadi tamu, namun ia sekadar meminjam semangat redikalismenya dalam mencapai kemerdekaan, kemudian dihalau setelah ”biduak sampai ka pulau”. Jejak ateisme itu dikikis habis dari tanah Minang.
Muncul satu pertanyaan, apa sebab agama-agama dan ideologi yang pernah singgah di Minangkabau ditolak kecuali Islam? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan; hanya Islamlah satu-satunya ajaran yang mempunyai persamaan pandangan dengan falsafah ajaran Minangkabau. Dalam hal ini sistem pewarisan tanah harta pusaka tinggi apakah sudah sesuai dengan sistem pewarisan yang diajarkan dalam Al quran dan sesuai dengan sumber hukum Islam, akan dikaji dan diteliti untuk lebih hati-hati. 

sumber : http://tulisantapan.blogspot.com

sistem hukum adat minangkabau

Keberadaan hukum adat  sangat penting dan diakui, tetapi dalam perkembangannya ada kecenderungan pemahaman terhadap hukum adat kian “menipis” di masyarakat, bahkan dalam masyarakat dimana hukum adat itu hidup dan berkembang. Kondisi yang sama tidak terkecuali di alami adat dan hukum adat Minangkabau. Adanya banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa hal itu terjadi dan bahkan tidak jarang masyarakat tidak lagi bisa membedakan antara adat dan hukum adat.




Terhadap adat itu sendiri banyak pengertian yang dikemukakan para ahli. Salah satu antaranya bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat ( sudah , sedang, akan ) diadatkan. Semntara itu  adat dipandang juga sebagai kebiasaan normatif yang dipertahankan oleh masyarakat, walaupun tidak terus terulang, pada saat-saat tertentu akan berulang dan harus dilaksanakan, apabila tidak dilaksanakan maka masyarakat akan mengadakan reaksi. Dalam pandangan yang lain disebutkan, bahwa adat keseluruhan adat yang (yang tidak tertulis ) dan hidup didalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum”

Bagaimana dengan hukum adat ? Apakah pengertian adat sekaligus mencakup pula atau sama maksudnya dengan hukum adat ? Secara akademik terhadap hukum adat diberikan pengertian, bahwa yang dimaksud dengan hukum adat adalah hukum yg tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan  legislatif (unstatutory law) meliputi peraturan-peraturan hidup yg ditaati oleh masyarakat berdasarkan keyakinan bahwa peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.  Dengan pengertian hukum adat yang demikian sepertinya belum memberikan suatu garis tegas perbedaan antara adat dan hukum adat, sebab adat juga dalam ranah pengertian adat seperti yang telah dikemukakan. Bahkan dengan pengertian hukum adat yang demikian sepertinya tidak ada bedanya antara adat dan hukum adat.

Dalam kaitannya antara adat dan hukum adat itu, maka dalam masyarakat Minangkabau dikenal 3  (tiga) alur (alua) , yakni;
  1. Alur Adat: Adalah ialah peraturan-peraturan di da;am adat Minangkabau yang asalnya peraturan itu dibuat dengan kata mufakat  oleh penghulu setempat (Adat nan teradat) . Sewaktu-waktu dapat berubah umpanya dalam melaksanakan helat perkwinan, cara-cara meresmikan gelar dll
  2. Alur Pusako: Adalah  peraturan-peraturan yang sudah diterima dari nenek moyang kita di Minangkabau seumpama gelar pusako, pusako, nagari, syarat nagari undang duo puluah , cupak nan dua, kato nan ampek dan sebagainya.
  3. Jalan nan Pasa adalahJalan yang perlu ditempuh oleh setiap manusia yaitu jalan dunia dan jalan achirat


Selanjutnya dalam Masyarakat Minangkabau dikenal pula 4 pembagian adat, yakni:
  1. Adat Nan Sabana Adat. Adat Nan Sabana Adat adalah aturan pokok dan falsafah yang mendasari kehidupan suku Minang yang berlaku turun temurun tanpa terpengaruh oleh tempat, waktu dan keadaan sebagaimana dikiaskan dalamkata-kata adat. “Nan tidak lakang dek paneh. Nan indak lapuak dek ujan. Paling-paling balumuik dek cindawan”.
  2. Adat Nan Diadatkan. Adat nan diadatkan adalah kaidah, peraturan, ajaran, undang-undang dan hukum yang ditetapkan atas dasar “bulat mufakat” (kesepakatan) para penghulu tua-tua adat cerdik pandai dalam Majelis kerapatan adat atas dasar alur dan patut. Ada juga yang mengartikan sebagai Peraturan yang dibuat oleh Dt Perpatih nan Sabatang dan Dt Ketemangungan yang dicontoh dari adat nan sabana adat yang dilukiskan  peraturan itu dalam pepatah
  3. Adat Nan Teradat. Adalah  peraturan yang dibikin oleh penghulu-penghulu dalam suatu nagari atau dalam beberapa nagari peraturan mana untuk mencapai tujuan yang baik dalam masyarakat. Dimana adat Teradat ini tidak sama ditiap-tiap nagari atau bisa berbeda di tiap negari. " Adat sepanjang jalan. . Bacupak sepanjang batuang. Lain lubuak lain ikan. Lain padang lain bilalang. Lain nagari lain adatnyo. Adat sanagari-nagari"
  4. Adat Istiadat Adat istiadat adalah kebiasaan yang berlaku dalam suatu tempat yang berhubungan dengan tingkah laku dan kesenangan  masyarakat dalam nagari
Memahami 4 macam pembagian adat Minangkabau tersebut, maka dapat disimpulkan menjadi dua pengelompakan yang penting yakni;
  1. Adat nan babua mati. Ialah adat dan sabana adat adat nan teradatkan  (berlaku umum di Minangkabau)
  2. Adat nan babuhua sintak:. Ialah adat teradat dan adat istiadat; (adat Salingka Nagari)


Kedua sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas tentu tidak tidak boleh dipertukarkan letaknya atau disama ratakan saja. Hal ini menjadi penting, karena tidak jarang terjadi sifat adat Minangkabau yang bersifat “bahua mati” dikalahkan oleh adat Minangkabau “nan babuhua sintak” , dengan dalil adat salingka nagari. Padahal jika sesuatu itu terkait dengan persoalan yang masuk dalam adat “nan babhua mati”, maka adat “nan salingka nagari” atau “ adat nan bahua sintak” tentu dikemudiankan dan mendahulukan adat “nan babahua mati”. Sikap ini menjadi sangat penting peranannya terutama dalam konteks penegakan hukum adat dan disisi lain sebagai upaya menghindari terjadinya silang-sengketa dalam masyarakat.

Dengan mengemukakan alur adat dan pembagian serta sifat adat Minangkabau seperti dikemukakan di atas, maka kita kembali pada persoalan antara adat dan hukum adat Minangkabau. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan adat di Minangkabau adalah adat yang tidak lekang dipanas, tidak Iapuk dihujan” yaitu adat ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Di kalangan masyarakat istilah “hukum adat” jarang digunakan, yang lazim digunakan adalah “adat” saja, tetapi  jika istilah tersebut digunakan secara secara campur aduk akan menimbulkan masalah. Sebab secara prinsip dan teknis ada perbedaan antara adat dan hukum adat.  Hukum adat adalah bagian tertentu dari adat yang memiliki atau mempunyai akibat hukum. Pada tatatan ini, tentu dengan pemahaman, bahwa tidak semua adat menimbulkan atau mempunyai akibat hukum. Meskipun di sisi lain masih memerlukan pemikiran yang mendalam apakah bisa dikatakan hukum adat  Minangkabau sebagai bagian dari adat Minangkabau.

Perbedaan pandangan tentu bisa terjadi, namun setidaknya sebagai upaya pencarian garis tegas dalam setiap tindakan dalam masyarakat adat Minangkabau yang memiliki akibat hukum dengan yang tidak memiliki akibat hukum. Di sisi lain, dalam setiap pengambilan keputusan atau melalkukan suatu tindakan dalam konteks adat, maka haruslah dilihat terlebih dahulu apakah persoalannya menyangkut sesuatu yang sudah diatur dalam adat yang bersifat “babua mati” dan bila “ya”, maka adat nan babua sintak tentu tidak seharusnya berada dibelakang. Mungkin ada pendapat lain, dan hal itu sejatinya akan memperkaya pemahaman kita terhadap adat dan hukum adat Minangkabau*. dan ini ada asal usul minangkabau


Catatan Hukum Boy Yendra Tamin Dt Suri Dirajo, SH, MH

perubahan sosial di minangkabau

zaman barubah coitu pulo jo minangkabau
Indak surang gadihnyo nan lah co urang lua.
Bapakaian bantuak ka indak.
Sado tabukak saroman indak babaju.
Surau batinggakan, gotong royong balupokan.
Ndak bakatauan jo kawan sabalik.

Malu bagai manonton saluang jo dendang.
Manumbuak padi kok indak kapandai manggiliang lado kok ka lai. Iko nan indak ciekpun juo.
Lidah bakasumbarangan, indak lai mangarati baso jo basi sarato hereang jo gendeang.
Ndak tantu kato mandaki jo kato manurun.
Jo urang gaek co samo gadang, jo kawan sapamainan sakandak hati.
Co itu bana parubahan.
Indak lai takato rancak, jauah bana jo niniak mamak.
Baa kok mantun nagari awak?
Indak kok takana jo niniak moyang sarato ajaran adat nan basandi sarak, sarak nan basandi kitabullah

Pitaruah Ayah dari minangkabau

Pitaruah Ayah dari minangkabau

kaset oleh Yus. Datuak Parpatiah dalam kasetnya berjudul ”Pitaruah Ayah
Wahai nak kanduang, kata ayah
Janganlah bosan mendengarkannya
Bercerita takkan lama
Hanya karena berat menyimpannya
Jika anak harus menimbang
Simaklah dengan dalil mata batin
Adapun tubuh manusia,
terbangun dari tiga rongga
Pertama rongga di atas
Kedua rongga di tengah
Ketiga rongga di bawah
Yang dimaksud rongga di atas,
ialah ruang di kepala.
Berkeinginan ilmu pengetahuan
Tersebut rongga di tengah,
yaitu dada, rumpun hati

Sangkar iman, lubuk agama,
Inilah pedoman jurumudi.
Yang mana pula rongga di bawah.
Lambung musti diisi
Perut minta dikenyangkan.
Umpamanya alam Minang Kabau,
yang terdiri dari tiga luhak.
Bernama luhak nan Tiga.
Pertama Luhak nan Tuo
Lambang Kucing warnanya kuning
Tinggi pengaruh berwibawa
Kuning tanda kemenangan.
Adapun arti yang terkandung
Orang cerdas adikuasa
Sumber ilmu pengetahuan
Science-tehnologi kata orang sekarang
Kedua luhak nan Tengah
Simbol merah Harimau Campa
Berani karena benar
Hukum tidak makan banding
bernama perintah Syarak.
Penampilan baik, tampanpun ada
Terserah cara memasangkan
Moral-spiritual cara baru
Ketiga, luhak nan bungsu
Corak hitam, lambang kambing hutan
Rela dan sabar berusaha
Rumput tak ada tentang daun
Karena padi makanya jadi
Karena emas makanya kemas
Berbicara harus dengan uang
Berjalan tentu dengan kain
Jika bekerja harus makan
Ekonomi bahasa canggihnya
Itulah tali sehelai pilin tiga
Tungku nan tiga sejerangan
Jika kita ingin sempurna
Menjadi orang beharga
Sejalan rohani dengan jasmani
Dunia dapat, akhirat tercapai

cerita asal usul minangkabau

cerita asal usul minangkabau 

Minangkabau termasuk salah satu nagari (desa) yang berada di wilayah Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat. Nagari ini dulunya masih berupa tanah lapang. Namun, tersebab oleh sebuah peristiwa, daerah itu dinamakan Nagari Minangkabau. Peristiwa apakah itu? Berikut kisahnya dalam cerita Asal Mula Nama Nagari Minangkabau.

* * *

Dahulu, di Sumatera Barat, tersebutlah sebuah kerajaan bernama Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Rakyatnya senantiasa hidup aman, damai, dan tenteram. Suatu ketika, ketenteraman negeri itu terusik oleh adanya kabar buruk bahwa Kerajaan Majapahit dari Pulau Jawa akan menyerang mereka. Situasi tersebut tidak membuat para punggawa Kerajaan Pagaruyung gentar.

“Musuh pantang dicari, datang pantang ditolak. Kalau bisa dihindari, tapi kalau terdesak kita hadapi,” demikian semboyan para pemimpin Kerajaan Pagaruyung.

Suatu hari, pasukan Kerajaan Majapahit tiba di Kiliran Jao, sebuah daerah di dekat perbatasan Kerajaan Pagaruyung. Di tempat itu pasukan Kerajaan Majapahit mendirikan tenda-tenda sembari mengatur strategi penyerangan ke Kerajaan Pagaruyung. Menghadapi situasi genting itu, para pemimpin Pagaruyung pun segera mengadakan sidang.

-->

asal usul minangkabau

Asal kata mingkabau adalah dari sebuah cerita yang menceritakan Orang orang majapahit yang selalu mencoba kecerdikan orang orang dari gunung merapi.

Orang-orang Majapahit tidak pernah ketinggalan mencoba kecerdasan dan kecerdikan orang-orang dari Gunung Merapi ini. Pada suatu hari mereka membawa seekor kerbau besar dan panjang tanduknya, kecil sedikit dari gajah.


Mereka ingin mengadakan pertandingan adu kerbau. Ajakan mereka itu diterima baik oleh kedua datuk yang tersohor kecerdikannya dimana-mana itu, yaitu Dt. Katumanggungan dan Dt. Parpatih Sabatang. Taruhannya adalah seperti dulu-dulu juga, yakni kapal pendatang dengan segala isinya, dan taruhan datuk yang berdua itu ialah kerajaan mereka sendiri.

Waktu tiba saatnya akan mengadu kerbau, setelah kerbau Majapahit dilepaskan di tengah gelanggang, orang banyak riuh bercampur cemas melihat bagaimana besarnya kerbau yang tidak ada tandingannya di Pulau Perca waktu itu.

Dalam keadaan yang menegangkan itu, pihak orang-orang negeri itupun mengeluarkan kerbaunya pula. Dan alangkah herannya dan kecutnya hati orang banyak itu melihat mereka mengeluarkan seekor anak kerbau. Anak kerbau itu sedang erat menyusu, dan orang tidak tahu, bahwa anak kerbau itu telah bebearapa hari tidak doberi kesempatan mendekati induknya.

Ketika melihat kerbau besar di tengah gelanggang anak kerbau itu berlari-lari mendapatkannya yang dikria induknya dengan kehausan yang sangat hendak menyusu. Dimoncongnya terikat sebuah taji atau minang yang sangat tajam. Ia menyeruduk ke bawah perut kerbau besar itu, dan menyinduk-nyinduk hendak menyusu. Maka tembuslah perut kerbau Majapahit, lalu lari kesakitan dan mati kehabisan darah.

Orang-orang Majapahit memprotes mengatakan orang-orang negeri itu curang. Kegaduhan pun terjadi dan hampir saja terjadi pertumpahan darah. Tetapi dengan wibawanya Dt. Katumanggungan dan Dt. Parpatih Nan Sabatang membawa orang-orang itu ke balai persidangan. Disanalah Dt. Parpatih Nan Sabatang menangkis tuduhan-tuduhan orang-orang Majapahit. Akhirnya orang-orang Majapahit pemgakui kealpaan mereka tidak mengemukakan persyaratan-persyaratan antara kedua belah pihak sebelum mengadakan pertandingan.

Sejak itu tempat mengadu kerbau itu sampai sekarang bernama Negeri Minangkabau. Dan kemudian hari setelah peristiwa kemenangan mengadu kerbau dengan Majapahit itu termasyhur kemana-mana, wilayah kekuasaan orang-orang yang bernenek moyang ke Gunung Merapi dikenal dengan Alam Minangkabau. Diceritakan pula kemudian rumah-rumah gadang diberi berginjong seperti tanduk kerbau sebagai lambang kemenangan.

(Sumber : Minangkabau Tanah Pusaka -Minangkabau)-
www.unjabisnis.Net

Belajar bahasa minangkabau

Sebenarnya belajar bahasa Minang sangat mudah, karena banyak kata yang diadopsi dari bahasa Indonesia (mungkin malah bahasa Indonesia yang mengadopsi bahasa Minang). Hanya saja kata-kata itu mengalami semacam penggubahan sesuai dialek mereka.

Pemakaian huruf O

Kalau Anda sering melihat film dan ada karakter orang Minang disitu, yang Anda paling ingat mungkin pemakaian huruf O yang kerap mun cul. Bahasa Minang mengubah kata dalam bahasa Indonesia yang berakhiran A menjadi berakhiran O.

Contoh:

Cara = Caro

Belanja = Balanjo

Suka = Suko


Ada = Ado

Iya = Iyo

Baca = Baco

Janda = Jando

Nama = Namo

Pengubahan –at menjadi –ek

Sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia yang berakhiran –at berubah menjadi berakhiran –ek dalam bahasa Minang. Bunyikan –ek seperti mengucapkan “mbek” dalam kata “Lembek”.

Contoh:
Rapat = Rapek
Sarat = Sarek
Kawat = Kawek
Dapat = Dapek
Hambat = Hambek
Lambat = Lambek
Silat = Silek
Giat = Giek
Kuat = Kuek

Bedakan dengan contoh berikut:
Berat = Barek
Lebat = Labek
Tepat = Tapek
Penat = Panek
Merambat = Marambek
Keringat = Karingek

Perhatikan bahwa keenam contoh di atas tidak berubah menjadi “Berek”, “Lebek”, “Tepek”, “Penek” atau “Merembek”, melainkan “Barek”, “Labek”, “Dabek”, “Panek” dan “Marambek”. Suku kata pertama yang mengandung huruf E memang biasanya berubah menjadi A.

Pengubahan –as menjadi –eh

Contoh:
Panas = Paneh
Beras = Bareh
Gelas = Galeh

Pengubahan -ir menjadi –ia

Contoh:
Air = Aia
Alir = Alia
Cibir = Cibia
Pelintir = Palintia
Semir = Samia

Pengubahan –ur menjadi –ua.

Contoh:
Aur = Aua
Baur = Baua
Lebur = Labua
Tabur = Tabua

Pengubahan –ut menjadi –uik

Contoh:
Rambut = Rambuik
Laut = Lauik
Takut = Takuik
Kentut = Kantuik
Perut = Paruik
Ikut = Ikuik
Lembut = Lambuik
Rebut = Rabuik

Pengubahan –uk menjadi –uak

Contoh:
Keruk = Karuak
Beruk = Baruak
Buruk = Buruak

Pengubahan –uh menjadi –uah

Contoh:
Bunuh = Bunuah
Tujuh = Tujuah
Peluh = Paluah

Pengubahan –us menjadi –uih

Contoh:
Putus = Putuih
Halus = Haluih
Kurus = Kuruih

Pengubahan –ung menjadi –uang

Contoh:
Bingung = Binguang
Panggung = Pangguang
Hidung = Hiduang

Pengubahan –ih menjadi –iah

Contoh:
Lebih = Labiah
Pedih = Padiah
Letih = Latiah

Pengubahan –ing menjadi –iang

Contoh:
Keling (hitam) = Kaliang
Pening = Paniang
Kucing = Kuciang

Pengubahan –il menjadi –ia

Contoh:
Ganjil = Ganjia
Bedil = Badia
Sambil = Sambia

Pengubahan –is menjadi –ih

Contoh:
Gadis = Gadih
Manis = Manih
Menangis = Manangih

Pengubahan -ap menjadi -ok

Contoh:
Gelap = Galok
Suap = Suok
Sulap = Sulok

Tidak mutlak semua kata bisa diubah sesuai rumus diatas.

Sejatinya, pengubahan akhiran pada kata-kata tersebut tidak perlu dihafalkan. Logat Minang bisa serta-merta Anda kuasai tanpa menghafal kalau Anda terbiasa berlatih dan berkomunikasi dengan bahasa ini.

KALIMAT NEGATIF

Kalimat negatif dalam bahasa Minang memiliki pola yang mirip dengan kalimat negatif dalam bahasa Perancis. Mungkin juga ada bahasa lain di dunia ini yang memiliki pola sama. Sejauh ini, karena kebetulan saya sedang mempelajari bahasa Perancis, so this is the one I clearly know.

Pola kalimat negatif dalam bahasa Perancis: Subjek + ne + Kata Kerja + pas + Objek / Pelengkap.

Contoh:

Kalimat positif => Je suis étudiante (Saya seorang mahasiswa)

Kalimat negatif => Je ne suis pas étudiante (Saya bukan mahasiswa)

Pola dalam bahasa Padang: Subjek + indak + Kata Kerja + Objek / Pelengkap + do.

“Pas” dalam bahasa Perancis sama fungsinya dengan “Do” dalam bahasa Minang. Bedanya “Do” selalu diletakkan di akhir kalimat dalam bahasa Minang.

Contoh:
Iko lamak (ini enak) => Iko indak lamak do (ini tidak enak)
Awak suko bagarah (Aku suka becanda) => Awak ndak suko bagarah do (Aku tidak suka becanda)
Ndak ba a do (Tidak apa-apa)
Ndak ado lai do (Tidak ada lagi)

HURUF E

Orang Minang, seperti juga orang Melayu lainnya, agak sulit membedakan huruf E. Seperti yang kita ketahui, kita memiliki tiga jenis huruf E. Kalau dalam bahasa Perancis, ada tiga aksen untuk huruf E, yaitu accent éigu (é), accent grave (è) dan accent circonflexe (ê).

Dalam bahasa Indonesia, tiga E itu adalah:
E seperti mengucapkan “Ekor”
E seperti mengucapkan “Emas”
E seperti mengucapkan “Elektronik”

Nah, orang Minang sulit membedakan ketiga E ini, sehingga maklumi saja apabila suatu saat Anda mendengar orang Minang yang agak ganjil cara mengucapkan sesuatu yang mengandung huruf E. Seringkali mereka mengucapkan “me” dalam kata “Nasionalisme” seperti mengucap E pada kata “Ekor” atau mungkin “Elektronik”, padahal seharusnya ia harus diucapkan seperti melafalkan kata “Emas”. Et cetera.

KOSA KATA RANAH MINANG

KOSA KATA RANAH MINANG

Tidak semua kata dalam bahasa Indonesia yang bisa diubah sesuai yang saya rumuskan untuk menjadi kata dalam bahasa Minang. Ada kata lain yang memang harus dihafalkan kalau Anda memang ingin mempelajarinya.


Uang = Pitih
Perempuan = Padusi
Jangan = Jan
Beri = Agiah
Celana = Sarawak
Belum = Alun
Sudah = Alah
Saja = Se
Besar = Gadang
Tua = Gaek
Kecil = Ketek
Celah = Cikunek
Dan masih sangat sangat banyak lainnya..

peribahasa ranah minang

 peribahasa ranah minang kumpulan pribahasa dati minangkabau

1. Anak nalayan mambaok cangkua, mananam ubi ditanah darek. Baban sakoyan dapek dipikua, budi saketek taraso barek

2. Anak ikan dimakan ikan, gadang ditabek anak tenggiri. Ameh bukan perakpun bukan, budi saketek rang haragoi.


3. Anjalai tumbuah dimunggu, sugi sugi dirumpun padi. Supayo pandai rajin baguru, supayo tinggi naikan budi.




4. Alu tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati.



5. Tarandam randam indak basah, tarapuang apuang indak hanyuik.



6. Anyuik labu dek manyauak, hilang kabau dek kubalo.



7. Anguak anggak geleng amuah, unjuak nan tidak babarikan.



8. Alua samo dituruik, limbago samo dituang.



9. Alat baaluah jo bapatuik makanan banang siku-siku, kato nan bana tak baturuik ingiran bathin nan baliku.



10 Alang tukang binaso kayu, alang cadiak binaso Adat, alang arih binaso tubuah.Alat baaluah jo bapatuik makanan banang siku-siku, kato nan bana tak baturuik ingiran bathin nan baliku.



11. Alah bauriah bak sipasin, kok bakiek alah bajajak, habih tahun baganti musim sandi Adat jangan dianjak.



12. Adat biaso kito pakai, limbago nan samo dituang, nan elok samo dipakai nan buruak samo dibuang.



13. Anak-anak kato manggaduah, sabab manuruik sakandak hati, kabuik tarang hujanlah taduah, nan hilang patuik dicari.



14. Anggang nan datang dari lauik, tabang sarato jo mangkuto, dek baik budi nan manyam buik, pumpun kuku patah pauahnyo.



15. Anjalai pamaga koto, tumbuah sarumpun jo ligundi, kalau pandai bakato kato, umpamo santan jo tangguli.



16. Atah taserak dinan kalam, intan tasisiah dalam lunau, inyo tabang uleklah tingga, nak umpamo langgau hijau.



17. Aia diminum raso duri, nasi dimakan raso sakam.



18. Adaik rang mudo manangguang rindu, adaik tuo manahan ragam.



19. Alah limau dek mindalu, hilang pusako dek pancarian.

kumpulan pantun minangkabau

kumpulan pantun minangkabau

Adat basandi syarak,
syarak basandi Kitabullah
syarak mangato, adat mamakai
camin nan indak kabua
palito nan indak padam


Gadang jaan malendo
panjang jaan malindih.

Barek samo dipikua
ringan samo dijinjiang
ka bukik samo mandaki
ka lurah samo manurun

tatungkui samo makan tanah
tatilantang samo minum ambun
ka mudiak saantak galah
ka hilia sarangkuah dayuang
maelo karajo jo usao
mairik parang jo barani

Budi jan tajua,
paham jan tagadai
nan kayo iyolah kayo di budi
nan mulieh ilyolah mulieh di basa

Condong mato ka nan rancak
condong salero ka nan lamak
rancak di awak
katuju di urang

sakapuah sirih dari minang kabau

sakapuah sirih dari minang kabau - Disusun jari nan sapuluah, ditakuakan kapalo nan satu dihujamkan lutuik nan duo. Kapado ALLAH Ampun dimintak, sambah dianta dipuhunkan, kapado Panghulu Pamangku Adat, bilo maulana jo tuanku, Nan manjunjuang soko dalam adat, sarato imam dengan khatib. Nan mudo pambimbiang dunia Bundo kanduang samo didalam.

Ujuik kato buah rundiagan, sakiro paham dikahandaki bahubuang jo maso nan ditampuah, musim nan tumbuah iko kini, syariat ado bahakikat, lahia kulik manganduang isi. Dilua nan tampak nyato, didalam kanduangan ulemu, tiliak nyato paham mamanjek, dijauah hari simpanan kito. Kalau dipiliah jo ihktiar, jikok aka dijalankan, jo tanang budi marangkak, kateh nyato taambun jantan, kabawah jaleh takasiak bulan.


Sampai tabagi dek ulemu, lahia manjadi buah ama, dek enggeran soko nan tatagak, Malangkah diujuang padang, basilek dipangka karieh, kato salalu baumpamo, rundiang nan banyak bakiasan. Dalam kulik pandanglah isi, dinan lahia bathin tabayang. Kulik manieh ditimpo bathin, bathin ditimpo galo-galo, dalam lahia manganduang bathin, dalam bathin bahakikat pulo.

Rumah gadang bari bapintu, nak tarang jalan kahalaman, jokok dikumpa saleba kuku, kalau dikambang saleba alam, Talago adat nan indak kariang, sapayah payah manimbo, walau dalam musim kamarau, mailia taruih aia nan janiah . Latiak latiak tabang ka pinang, jatuah kapangka salironyo aia satitiak dalam pinang, sinan bamain ikan rayo.


pepatah petitih orang minang kabau

pepatah petitih orang minang kabau Jangan pernah menjalani hidup dengan penyesalan. jadikanlah kesalahan sebagai pelajaran. Nikmati hidupmu, jadikan sebuah kenangan yang pantas untuk diceritakan. Jangan pernah berfikir tuk menyerah, karena jika kamu mau berusaha yakinlah Allah SWT akan membantumu.
 
Support : Creating Website | blog Template | Mas Template
Copyright © 2011. Secangkir Berita Kalumpank - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger